BahasBerita.com – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) baru-baru ini menyampaikan dukungan terhadap usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto, mantan Presiden RI yang kontroversial. Sikap tersebut menambah dinamika politik nasional dengan memasukkan PSI ke dalam kelompok partai pendukung yang selama ini terdiri dari PDIP dan Gerindra. Pemerintah sendiri tidak mempermasalahkan usulan tersebut, menilai Soeharto layak dihormati atas sejumlah prestasinya meskipun masih menyisakan kontroversi terkait masa reformasi.
Ketua Harian DPP PSI, Ahmad Ali, secara tegas menyatakan bahwa partainya mendukung langkah pengajuan gelar pahlawan nasional bagi Soeharto. Pernyataan ini menegaskan komitmen PSI dalam penguatan penghormatan terhadap figur bersejarah yang memiliki kontribusi terhadap pembangunan negara. Dukungan PSI ini menjadi sorotan penting karena partai yang dikenal dengan sikap progresif dan kritik terhadap rezim lama kini bergabung bersama PDIP dan Gerindra, dua partai besar dengan elektabilitas tinggi yang juga menyuarakan dukungan serupa.
Deklarasi PSI menyusul pernyataan dari Sekretaris Jenderal Partai Gerindra yang menyebut bahwa Soeharto punya jasa besar dan layak dihormati secara nasional. Begitu pula kalangan PDIP, yang diwakili oleh tokohnya, memperkuat usulan tersebut berdasarkan kontribusi Soeharto dalam stabilitas dan pembangunan ekonomi Indonesia pada masanya. Menanggapi gelombang dukungan ini, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemerintah tidak melarang atau menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Pemerintah menilai perlu menjaga keseimbangan antara penghargaan atas prestasi dan pemahaman terhadap kompleksitas sejarah.
Survei terbaru yang dirilis oleh Indonesia Political Opinion (IPO) dan Index Politica menunjukkan PDIP dan Gerindra tetap mendominasi peringkat elektabilitas partai menjelang Pemilu 2025, sementara PSI masih berjuang memperbaiki posisi politiknya setelah hasil Pemilu 2024 yang belum optimal. Dukungan terhadap usulan gelar pahlawan nasional Soeharto ini diperkirakan menjadi bagian dari strategi PSI untuk memperkuat citra dan daya tarik politiknya menjelang kongres internal serta persiapan menghadapi Pemilu 2029. Konsolidasi kepengurusan PSI dan penyusunan program politik yang adaptif turut memperkuat langkah politik yang terbilang berani ini.
Respon publik terhadap usulan ini cukup beragam. Sebagian menilai penghormatan terhadap Soeharto penting sebagai pengakuan atas keberhasilan pembangunan infrastruktur dan stabilitas nasional pada masa pemerintahannya. Namun, ada pula kritik keras yang mengingatkan bagaimana rezim Orde Baru bersekutu dengan praktik korupsi dan pelanggaran HAM yang mengakhiri era reformasi pada tahun 1998. Pernyataan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menegaskan pemerintah tetap berpegang pada semangat reformasi dan aturan MPR terkait, namun mengakui adanya ruang pengkajian ulang sejarah dan gelar kehormatan berdasarkan prosedur resmi.
Dalam konteks sejarah, pemberian gelar pahlawan nasional merupakan proses formal yang diajukan ke Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, badan negara yang bertugas mengkaji kelayakan gelar kehormatan berdasarkan kriteria yang ketat, termasuk kontribusi nyata dan nilai kebangsaan. Setelah reformasi, nama Soeharto sempat dihapus dari ketetapan MPR sebagai figur yang menjadi simbol masa lalu yang problematik, membuka ruang pendapat berbeda di kalangan politik dan masyarakat. Belakangan, upaya mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional kembali dipertegas dengan argumentasi berdasarkan jasa dan prestasi nyata, tanpa menghilangkan fakta tentang sisi kontroversialnya.
Melihat dukungan yang kini mencakup partai lama dan partai baru seperti PSI, wacana pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto mengindikasikan pergeseran geopolitik dan strategi koalisi menjelang Pemilu 2029. Selain sebagai bentuk penghormatan, langkah ini juga memiliki dimensi politik yang dapat memengaruhi elektabilitas dan posisi tawar partai-partai terkait. Analisa politik menunjukkan bahwa upaya ini bisa menjadi simbol kedewasaan demokrasi dalam mengkaji sejarah secara objektif sekaligus memainkan peran dalam peta kekuatan politik nasional.
| Partai Politik | Sikap Terhadap Soeharto Pahlawan Nasional | Elektabilitas Menurut Survei | Catatan Politik 2025 | 
|---|---|---|---|
| PSI | Mendukung secara resmi, sesuai pernyataan Ketua Harian DPP Ahmad Ali | Belum optimal, masih berjuang pasca Pemilu 2024 | Konsolidasi pasca kongres, upaya memperkuat citra politik | 
| PDIP | Dukungan kuat, diposisikan sebagai penghormatan atas jasa Soeharto | Teratas dalam survei elektabilitas nasional | Strategi penguatan koalisi dan stabilitas politik | 
| Gerindra | Mendukung, berdasarkan pengakuan jasa besar Soeharto | Posisi tinggi dalam survei politik | Memperkuat kekuatan oposisi sekaligus mendukung kebijakan | 
| Pemerintah (Kemen Sekretariat Negara) | Netral, tidak keberatan usulan, fokus pada penghargaan prestasi | – | Mengedepankan proses resmi Dewan Gelar dan aturan MPR | 
Isu pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto masih terus menjadi perdebatan serius di masyarakat dan kalangan politik. Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan akan menjadi lembaga kunci dalam menentukan kelanjutannya, memastikan bahwa keputusan yang diambil berpedoman pada regulasi pemerintah dan nilai-nilai kebangsaan. Ke depan, perkembangan politik menjelang Pemilu 2029 akan menjadi indikasi penting bagi keberhasilan wacana ini dalam menyatukan sejarah dan politik Indonesia yang dinamis.
Sikap resmi PSI yang mendukung penuh usulan ini menandai perubahan signifikan dalam peta dukungan politik terhadap Soeharto sebagai figur pahlawan nasional. Bersama PDIP dan Gerindra, dukungan ini membuka peluang diskursus yang lebih luas mengenai pengakuan jasa bersejarah dalam kerangka demokrasi dan rekonsiliasi nasional. Pemerintah pun menyatakan akan terus mengawasi proses dengan prinsip kehati-hatian dan penghormatan terhadap nilai-nilai reformasi. Dengan latar belakang tersebut, langkah selanjutnya akan mengacu pada kajian Dewan Gelar dan keputusan resmi pemerintah, yang akan menentukan posisi Soeharto dalam catatan sejarah nasional Indonesia.
 BahasBerita BahasBerita Informasi Terbaru Seputar Internet
BahasBerita BahasBerita Informasi Terbaru Seputar Internet


 
						
 
						
