BahasBerita.com – Kabar burung itu kembali berhembus, kali ini lebih kencang dari sebelumnya. Isu merger antara dua raksasa teknologi Asia Tenggara, Grab dan GoTo, kembali mencuat ke permukaan, memicu spekulasi dan kekhawatiran di berbagai kalangan. Rumor yang beredar menyebutkan bahwa Grab, perusahaan ride-hailing dan layanan pesan antar makanan asal Singapura, sedang dalam proses negosiasi untuk mengakuisisi sebagian bisnis dari PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk, entitas teknologi terbesar di Indonesia. Kabar ini bukanlah hal baru, namun kali ini, sumber-sumber terpercaya seperti Reuters yang dikutip oleh Kompas.com dan Katadata.co.id pada Kamis, 8 Mei 2025, kembali mengangkat isu ini dengan detail yang lebih spesifik.
Menurut laporan yang beredar, proses transaksi akuisisi ini diperkirakan akan rampung pada kuartal II 2025. Jika rumor ini benar-benar terwujud, dampaknya terhadap lanskap ekonomi digital di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia dan Singapura, akan sangat signifikan. Bayangkan saja, dua pemain terbesar di sektor ride-hailing dan pesan antar makanan tiba-tiba bergabung menjadi satu. Ini bukan sekadar perubahan kepemilikan, tapi berpotensi mengubah cara jutaan pengguna berinteraksi dengan layanan sehari-hari mereka, mempengaruhi ribuan mitra pengemudi dan mitra UMKM, serta menciptakan entitas dengan kekuatan pasar yang sangat besar.
Spekulasi mengenai rencana merger antara Grab dan GoTo sebenarnya sudah muncul sejak Februari 2025, seperti dilaporkan Bloomberg yang dikutip CNNIndonesia.com. Namun, isu ini sempat mereda sebelum akhirnya kembali panas. Data dari LSEG menunjukkan nilai pasar GoTo saat ini berada di kisaran 5,8 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 95,7 triliun (dengan kurs Rp 16.500 per dollar AS). Saham GoTo sendiri dilaporkan mengalami kenaikan sekitar 20 persen sejak awal tahun hingga 8 Mei 2025. Di sisi lain, Grab, yang berkantor pusat di Singapura dan sahamnya tercatat di NASDAQ, memiliki nilai pasar yang jauh lebih besar, hampir 20 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 330 triliun. Saham Grab juga menunjukkan tren positif, naik 2,4 persen sejak awal tahun hingga tanggal yang sama.
Detail mengenai bisnis GoTo mana yang dibidik oleh Grab masih menjadi tanda tanya, namun rumor yang beredar menyebutkan nilai transaksi akuisisi ini bisa mencapai sekitar 7 miliar dollar AS. Angka ini jika dikonversi ke rupiah dengan kurs Rp 16.500 per dollar AS, setara dengan Rp 115 triliun. Sumber lain dengan kurs Rp 16.400 per dollar AS menyebut angka Rp 114,8 triliun, sementara valuasi Bloomberg bahkan menaksir lebih dari US$ 7 miliar, atau sekitar Rp 114,32 triliun. Nilai yang fantastis ini menunjukkan betapa seriusnya potensi transaksi ini dan seberapa besar dampaknya terhadap ekosistem digital di kawasan. Namun, GoTo sendiri melalui Sekretaris Perusahaan, Koesoemohadiani, mengakui adanya pembicaraan mengenai kemungkinan aksi korporasi, meskipun menegaskan bahwa belum ada kesepakatan final yang diambil.
Potensi Dominasi Pasar dan Kekhawatiran Regulator
Jika merger antara Grab dan GoTo benar-benar terjadi, entitas gabungan ini akan menguasai pangsa pasar yang sangat besar di sektor ride-hailing dan pesan antar makanan di asia tenggara, terutama di dua pasar utamanya: Indonesia dan Singapura. David Zhang, Manajer Insight Bidang Pembayaran dan Pinjaman di Asia dari Euromonitor International, memberikan gambaran yang cukup mencengangkan mengenai dominasi pasar yang mungkin terjadi. Menurut analisisnya, entitas gabungan ini berpotensi menguasai lebih dari 91 persen pangsa pasar di Indonesia. Angka yang fantastis ini menunjukkan betapa sedikitnya ruang bagi pemain lain untuk bersaing secara signifikan jika merger ini terwujud. Di Singapura, situasinya pun tidak jauh berbeda, di mana entitas gabungan diperkirakan akan menguasai hampir 90 persen pangsa pasar.
Dominasi pasar yang sedemikian besar tentu saja memicu alarm bagi regulator di kedua negara, terutama di Indonesia, yang merupakan pasar terbesar di kawasan. Kekhawatiran utama adalah potensi praktik monopoli atau oligopoli yang bisa merugikan berbagai pihak, mulai dari konsumen, mitra pengemudi, hingga mitra UMKM. Dengan pangsa pasar yang sangat dominan, entitas gabungan memiliki kekuatan untuk menentukan harga layanan, komisi bagi mitra pengemudi dan UMKM, serta syarat dan ketentuan lainnya tanpa adanya tekanan kompetitif yang berarti. Hal ini bisa berdampak pada kenaikan harga bagi konsumen, penurunan pendapatan bagi mitra pengemudi dan UMKM, serta kurangnya inovasi karena minimnya persaingan.
David Zhang dari Euromonitor International secara eksplisit menyatakan bahwa pasar-pasar utama seperti Indonesia dan Singapura akan menerapkan pengawasan ketat terhadap rencana merger ini. Ia bahkan menambahkan bahwa merger ini kemungkinan akan diblokir oleh regulator di pasar-pasar utama Asia Tenggara karena potensi dampak negatifnya terhadap persaingan sehat. Pernyataan ini menggarisbawahi betapa seriusnya potensi masalah regulasi yang akan dihadapi oleh Grab dan GoTo jika mereka memutuskan untuk melanjutkan rencana merger ini. Pengalaman merger di sektor lain yang menciptakan entitas dominan seringkali berujung pada intervensi regulator untuk melindungi kepentingan publik dan menjaga persaingan yang adil.
Menanggapi isu ini, Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi menyatakan bahwa urusan akuisisi adalah wilayah bisnis yang diaturnya oleh regulasi yang berlaku. Ia menekankan bahwa pemerintah tidak ingin mengatur hal yang bukan wilayah kewenangannya. Namun, Menhub juga memberikan catatan penting. “Yang paling penting adalah kita perlu menjaga bahwa apapun transaksi bisnis itu, itu kan mereka yang mereka ini kan adalah masyarakat. Jadi dari transaksi ini yang paling penting dilihat adalah dampaknya terhadap masyarakat,” ujarnya. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa meskipun pemerintah menghormati mekanisme pasar, dampak sosial dari transaksi bisnis skala besar seperti merger Grab dan GoTo akan menjadi perhatian utama, khususnya terkait perlindungan konsumen, mitra pengemudi, dan UMKM yang selama ini menjadi bagian penting dari ekosistem kedua perusahaan.
Tantangan Regulasi dan Dampak Sosial Ekonomi
Proses merger dan akuisisi antar perusahaan besar, apalagi yang berpotensi menciptakan entitas dominan di pasar, selalu menjadi perhatian serius bagi regulator persaingan usaha. Dalam kasus isu merger Grab dan GoTo, tantangan regulasi diperkirakan akan menjadi hambatan utama. Regulator di Indonesia, misalnya, memiliki wewenang untuk meninjau dan bahkan memblokir transaksi yang dianggap dapat menimbulkan praktik monopoli atau persaingan tidak sehat. Mengingat pangsa pasar gabungan yang sangat besar, seperti yang diungkapkan Euromonitor International, proses persetujuan regulasi kemungkinan akan sangat ketat dan memakan waktu.
Beberapa poin penting terkait tantangan regulasi meliputi:
- Penilaian mendalam terhadap dampak merger terhadap struktur pasar. Regulator akan menganalisis seberapa besar pangsa pasar entitas gabungan, seberapa mudah bagi pemain baru untuk masuk ke pasar, dan apakah merger tersebut akan mengurangi pilihan konsumen.
- Evaluasi dampak terhadap harga dan kualitas layanan. Kekhawatiran bahwa entitas dominan dapat menaikkan harga layanan bagi konsumen atau menurunkan kualitas layanan karena minimnya tekanan kompetitif akan menjadi fokus utama.
- Perlindungan kepentingan mitra pengemudi dan mitra UMKM. Ribuan mitra pengemudi dan UMKM menggantungkan mata pencaharian mereka pada platform Grab dan GoTo. Regulator perlu memastikan bahwa merger tidak akan merugikan mereka melalui penurunan komisi, perubahan syarat kemitraan yang memberatkan, atau praktik diskriminatif lainnya.
- Dampak terhadap inovasi. Persaingan seringkali mendorong inovasi. Jika satu entitas mendominasi pasar, insentif untuk berinovasi mungkin berkurang, yang pada akhirnya merugikan konsumen dalam jangka panjang.
Selain tantangan regulasi, dampak sosial ekonomi dari merger ini juga menjadi perhatian serius. Mitra pengemudi, misalnya, khawatir bahwa penggabungan kedua platform akan mengurangi pilihan mereka untuk mencari penghasilan, serta memberikan kekuatan tawar yang lebih besar kepada perusahaan untuk menentukan tarif dan komisi. Hal serupa berlaku bagi mitra UMKM yang menggunakan layanan pesan antar makanan atau logistik dari Grab dan GoTo. Mereka khawatir akan adanya kenaikan biaya layanan atau penurunan promosi yang dapat mempengaruhi bisnis mereka.
Ada juga pertanyaan mengenai nasib karyawan di kedua perusahaan. Meskipun merger bisa menghasilkan sinergi dan efisiensi, seringkali hal ini juga berarti adanya rasionalisasi karyawan untuk menghindari duplikasi fungsi. Ketidakpastian ini bisa menimbulkan keresahan di antara karyawan. Semua aspek ini perlu dipertimbangkan secara matang oleh regulator dan pihak-pihak terkait jika isu merger ini semakin mendekati kenyataan.
Respon GoTo dan Kondisi Transaksi
Di tengah derasnya spekulasi, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk melalui Sekretaris Perusahaan, Koesoemohadiani, memberikan pernyataan resmi terkait isu merger dengan Grab. Koesoemohadiani mengakui bahwa Grup GoTo dari waktu ke waktu memang menerima berbagai penawaran dari berbagai pihak terkait kemungkinan aksi korporasi. Pernyataan ini mengkonfirmasi bahwa ada pembicaraan yang sedang berlangsung, meskipun tidak secara spesifik menyebut Grab atau detail dari penawaran tersebut. Namun, ia juga dengan tegas menyatakan bahwa belum ada kesepakatan antara Perseroan dengan pihak manapun untuk melakukan transaksi sebagaimana telah dispekulasikan di media massa. Penegasan ini penting untuk memberikan kejelasan di tengah ketidakpastian yang beredar, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya negosiasi yang sedang berjalan.
Pernyataan GoTo ini sejalan dengan laporan sumber Reuters yang dikutip oleh Kompas.com dan Katadata.co.id. Sumber tersebut menyebutkan bahwa kesepakatan ini masih bergantung pada beberapa syarat, termasuk aspek pembiayaan. Grab dilaporkan sedang dalam diskusi dengan sejumlah bank untuk membahas pembiayaan terkait rencana akuisisi ini. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun negosiasi mungkin sedang berlangsung, prosesnya masih berada pada tahap awal dan belum ada jaminan bahwa transaksi akan benar-benar terjadi. Aspek pembiayaan dalam transaksi sebesar 7 miliar dollar AS tentu saja merupakan hal yang kompleks dan membutuhkan waktu serta negosiasi yang intensif dengan lembaga keuangan.
Beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi kelanjutan transaksi ini meliputi:
– Kemampuan Grab untuk mendapatkan pembiayaan yang diperlukan dengan syarat yang menguntungkan.
– Persetujuan dari pemegang saham kedua belah pihak, terutama pemegang saham mayoritas seperti Softbank yang diketahui berinvestasi di kedua perusahaan.
– Hasil uji tuntas (due diligence) yang dilakukan oleh Grab terhadap bisnis GoTo yang dibidik.
– Persetujuan dari regulator persaingan usaha di Indonesia dan Singapura, yang seperti disebutkan sebelumnya, kemungkinan akan sangat ketat.
Meskipun GoTo menyatakan belum ada kesepakatan final, fakta bahwa ada pembicaraan mengenai kemungkinan aksi korporasi menunjukkan bahwa manajemen GoTo terbuka terhadap opsi strategis, termasuk divestasi sebagian aset atau bisnis. Hal ini bisa jadi merupakan bagian dari upaya GoTo untuk meningkatkan efisiensi, fokus pada bisnis inti, atau mencari sumber pendanaan baru. Di sisi lain, bagi Grab, mengakuisisi bisnis GoTo bisa menjadi cara untuk memperkuat posisinya di pasar terbesar di kawasan dan menghilangkan pesaing utama.
Dampak Potensial bagi Ekosistem Digital Asia Tenggara
Jika isu merger Grab dan GoTo benar-benar terwujud, dampaknya akan terasa di seluruh ekosistem digital Asia Tenggara, melampaui sekadar layanan ride-hailing dan pesan antar makanan. Kedua perusahaan memiliki bisnis yang terdiversifikasi, termasuk layanan keuangan digital, logistik, dan e-commerce (melalui Tokopedia di GoTo). Penggabungan ini bisa menciptakan entitas super-aplikasi yang sangat kuat, dengan basis pengguna yang masif dan kemampuan untuk melakukan cross-selling berbagai layanan.
Salah satu dampak yang paling signifikan adalah konsolidasi pasar. Dengan hilangnya salah satu pemain utama, persaingan di beberapa sektor kemungkinan akan berkurang drastis. Ini bisa berdampak positif bagi entitas gabungan dalam hal profitabilitas dan efisiensi operasional, namun berpotensi merugikan konsumen dan mitra jika tidak ada mekanisme kontrol yang memadai. Kurangnya persaingan bisa menghilangkan tekanan bagi perusahaan untuk terus meningkatkan layanan atau menawarkan harga yang kompetitif.
Selain itu, merger ini juga akan mempengaruhi investor dan pasar modal. Data LSEG menunjukkan nilai pasar GoTo saat ini sekitar Rp 95,7 triliun dan Grab hampir Rp 330 triliun. Transaksi dengan nilai mencapai Rp 115 triliun akan menjadi salah satu yang terbesar di sektor teknologi di kawasan. Hal ini akan menarik perhatian investor global dan bisa menjadi indikator tren konsolidasi di industri teknologi yang semakin matang.
Beberapa skenario dampak yang mungkin terjadi meliputi:
– Peningkatan efisiensi operasional dan sinergi biaya bagi entitas gabungan, yang berpotensi meningkatkan profitabilitas.
– Kemungkinan kenaikan harga bagi konsumen atau penurunan insentif promosi karena minimnya persaingan.
– Perubahan model kemitraan dan komisi bagi mitra pengemudi dan UMKM, yang bisa berdampak pada pendapatan mereka.
– Konsolidasi di sektor layanan keuangan digital, mengingat kedua perusahaan memiliki unit bisnis fintech yang kuat.
– Potensi dampak terhadap lanskap e-commerce di Indonesia, meskipun fokus utama isu merger ini tampaknya pada bisnis on-demand.
Penting untuk diingat bahwa saat ini isu ini masih sebatas rumor dan negosiasi. Seperti yang disampaikan GoTo, belum ada kesepakatan final. Namun, fakta bahwa isu ini terus mencuat dan melibatkan pembicaraan pembiayaan menunjukkan bahwa ada kemungkinan serius transaksi ini bisa terwujud. Perkembangan selanjutnya, terutama terkait respon regulator dan detail kesepakatan yang mungkin tercapai, akan sangat menentukan apakah merger ini akan menjadi kenyataan dan bagaimana dampaknya terhadap ekosistem digital di Asia Tenggara.
Isu merger antara Grab dan GoTo kembali menjadi sorotan, dengan laporan yang menyebutkan negosiasi akuisisi sebagian bisnis GoTo oleh Grab yang diperkirakan rampung pada kuartal II 2025. Rumor ini didasarkan pada laporan sumber Reuters yang dikutip berbagai media pada Kamis, 8 Mei 2025. Meskipun GoTo mengakui adanya pembicaraan mengenai potensi aksi korporasi, mereka menegaskan belum ada kesepakatan final. Nilai transaksi yang beredar disebut mencapai sekitar 7 miliar dollar AS atau lebih, angka yang sangat besar dan menunjukkan skala potensial dari kesepakatan ini.
Jika merger ini terwujud, entitas gabungan diperkirakan akan menguasai pangsa pasar yang sangat dominan di sektor ride-hailing dan pesan antar makanan di Indonesia dan Singapura, memicu kekhawatiran serius mengenai dampak regulasi dan persaingan usaha. Regulator di kedua negara, terutama Indonesia, kemungkinan akan melakukan pengawasan ketat untuk memastikan bahwa merger ini tidak merugikan konsumen, mitra pengemudi, dan UMKM. Menteri Perhubungan pun menekankan pentingnya melihat dampak transaksi bisnis besar terhadap masyarakat.
Proses negosiasi ini dilaporkan masih bergantung pada beberapa syarat, termasuk pembiayaan yang sedang dibahas Grab dengan sejumlah bank. Hal ini mengindikasikan bahwa jalan menuju kesepakatan masih panjang dan penuh tantangan. Perkembangan isu merger ini akan terus menjadi perhatian utama bagi pelaku industri, investor, pemerintah, dan tentu saja, jutaan pengguna serta mitra yang bergantung pada layanan kedua platform ini. Masa depan lanskap digital Asia Tenggara bisa jadi akan sangat dipengaruhi oleh hasil dari negosiasi yang sedang berlangsung ini.