Menteri Agus Gumiwang usulkan revisi TKDN untuk dorong produksi lokal dan investasi manufaktur Indonesia. Atur metode baru hitung TKDN inovatif dan ak

Revisi Peraturan TKDN Agus Gumiwang Tingkatkan Industri Lokal 2025

Agus Gumiwang, Menteri Perindustrian Indonesia, baru-baru ini mengajukan revisi peraturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dengan tujuan menyesuaikan kebijakan TKDN agar lebih relevan dengan perkembangan industri dan teknologi serta memperkuat produksi dalam negeri. Revisi ini dipandang sebagai langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan nilai TKDN di sektor manufaktur dan mendorong investasi yang lebih besar di dalam negeri.

TKDN merupakan salah satu instrumen kebijakan penting yang digunakan pemerintah Indonesia untuk mendorong penggunaan komponen lokal dalam produk industri. Regulasi ini sebelumnya menetapkan persentase komponen dalam negeri yang harus tercapai oleh produk untuk mendapatkan insentif atau memenuhi persyaratan pengadaan pemerintah. Namun, regulasi TKDN yang berlaku hingga saat ini dinilai kurang responsif terhadap dinamika pasar dan kemajuan teknologi, sehingga perlu dilakukan penyesuaian untuk mengoptimalkan manfaat bagi industri nasional.

Dalam revisi yang diusulkan, terdapat sejumlah perubahan signifikan yang mencakup mekanisme penghitungan TKDN serta kebijakan pendukung bagi pelaku industri dalam negeri. Salah satu perubahan utama adalah penyesuaian metode penghitungan nilai TKDN yang kini lebih mengakomodasi kompleksitas rantai pasok dan teknologi produksi terkini. Hal ini diharapkan dapat memberikan insentif lebih besar bagi perusahaan yang mengintegrasikan komponen lokal dalam proses produksinya secara inovatif.

Selain itu, regulasi baru juga memperkenalkan kebijakan insentif yang lebih konkret, seperti kemudahan akses perizinan dan dukungan fasilitas fiskal bagi industri manufaktur yang meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri. Agus Gumiwang menegaskan bahwa “Revisi peraturan TKDN ini tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan regulasi semata, tapi juga untuk memperkuat daya saing industri nasional di tengah persaingan global yang semakin ketat.”

Respons dari pelaku industri dan asosiasi manufaktur umumnya menyambut baik revisi ini, mengingat perubahan tersebut dianggap mampu membuka peluang lebih luas bagi pengembangan produk lokal. Ketua Asosiasi Industri Manufaktur Indonesia (AIMI) menyatakan bahwa “Penyesuaian kebijakan TKDN ini sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan global dan memperkuat ekosistem produksi dalam negeri.” Pemerintah daerah juga menunjukkan dukungan, dengan berharap revisi ini dapat meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan kerja di wilayahnya.

Baca Juga:  Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 di Bawah 5%

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) turut memberikan perhatian serius terhadap revisi ini. Beberapa anggota DPR menekankan perlunya pengawasan ketat agar implementasi kebijakan TKDN berjalan efektif dan tidak menimbulkan distorsi pasar. Mereka juga mendukung upaya pemerintah dalam mengintegrasikan kebijakan TKDN dengan strategi pembangunan industri nasional yang lebih luas.

Dampak dari revisi peraturan TKDN ini diperkirakan akan signifikan dalam beberapa aspek. Pertama, peningkatan nilai TKDN diyakini dapat memperkuat posisi produk lokal di pasar domestik maupun internasional, sehingga mendorong pertumbuhan sektor manufaktur. Kedua, melalui kebijakan insentif yang diperbarui, pelaku industri diharapkan lebih termotivasi untuk berinvestasi dalam pengembangan teknologi dan kapasitas produksi lokal. Namun, tantangan implementasi seperti adaptasi sistem penghitungan baru dan koordinasi lintas sektor juga perlu menjadi perhatian serius agar tidak menghambat proses penerapan.

Secara ekonomi, revisi TKDN berpotensi memperkuat kemandirian industri nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor komponen asing. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam membangun ekosistem industri yang berkelanjutan dan meningkatkan nilai tambah produk Indonesia. Di sisi lain, investor asing dan pelaku pasar global juga diharapkan menyesuaikan strategi mereka dengan regulasi baru, sehingga muncul sinergi antara investasi asing dan penguatan industri lokal.

Berikut perbandingan aspek utama regulasi TKDN sebelum dan sesudah revisi yang diusulkan:

Aspek
Regulasi TKDN Sebelumnya
Revisi Peraturan TKDN
Metode Penghitungan TKDN
Persentase komponen lokal berdasarkan nilai material dan tenaga kerja
Penyesuaian metode menghitung termasuk rantai pasok dan teknologi produksi terkini
Kebijakan Insentif
Insentif fiskal terbatas dan prosedur perizinan standar
Penambahan kemudahan akses perizinan dan insentif fiskal yang lebih jelas
Target TKDN
Persentase minimal sesuai sektor industri tertentu
Target lebih fleksibel dengan penyesuaian sesuai karakteristik industri dan teknologi
Pengawasan dan Evaluasi
Pengawasan dilakukan secara periodik dengan metode lama
Peningkatan sistem monitoring dan evaluasi dengan teknologi digital
Baca Juga:  Analisis Dampak Penundaan Pajak E-Commerce Kemenkeu 2026

Revisi peraturan TKDN ini kini memasuki tahap pembahasan intensif di DPR dan direncanakan akan disosialisasikan secara luas kepada pelaku industri dan pemerintah daerah. Kementerian Perindustrian juga telah menyiapkan program pendampingan dan penguatan kapasitas agar kebijakan baru dapat diimplementasikan secara efektif dan memberikan hasil optimal.

Keberhasilan revisi TKDN sangat bergantung pada kolaborasi antara pemerintah pusat, legislatif, pelaku industri, dan pemerintah daerah. Agus Gumiwang menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor agar kebijakan ini tidak hanya menjadi regulasi formal, tetapi benar-benar menjadi motor penggerak penguatan manufaktur dan kemandirian ekonomi nasional dalam jangka menengah dan panjang.

Dengan langkah ini, Indonesia diharapkan dapat memperkokoh fondasi industrinya, meningkatkan nilai tambah produk lokal, serta memperkuat daya saing di pasar global. Perubahan regulasi TKDN yang adaptif dan progresif menjadi kunci dalam mengakselerasi transformasi industri menuju era ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Tentang Raden Aditya Pratama

Raden Aditya Pratama adalah editorial writer berpengalaman dengan fokus pada sektor renewable energy di Indonesia. Ia meraih gelar Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Indonesia pada 2012 dan terus mengembangkan keahliannya dalam menulis dan analisis energi terbarukan. Selama lebih dari 10 tahun berkarir, Raden telah bekerja di beberapa media nasional terkemuka, menulis artikel mendalam tentang teknologi solar, biomassa, dan kebijakan energi hijau. Ia juga dikenal melalui sejumlah publikasi

Periksa Juga

Pertumbuhan IHSG 16,83% di ASEAN, Dampak & Analisis 2025

Pertumbuhan IHSG 16,83% di ASEAN, Dampak & Analisis 2025

IHSG tumbuh 16,83% hingga November 2025, jadi indeks terbaik kedua ASEAN. Analisis pasar modal dan dampak ekonomi Indonesia terkini, terpercaya dan me